Ahlan Wasahlan (Selamat Datang) Saudaraku

Senin, 15 Juni 2009

Sumber Keuangan Klasik

Masalah yang berkaitan tentang urusan keuangan dalam khilafah Islam telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dengan hukum-hukum syariatnya dengan penunjukan sember-sumber keuangan untuk umat Islam di awal-awal terdahulu, yakni zakat dan shodaqah [1]. Kedua hal ini diambil dari harta kaum muslimin dan dijadikan harta untuk umat Islam itu sendiri. [2]

Pembahasan tentang sumber keuangan negara di zaman klasik sangat terkait dengan baitul maal. Karenanya seluruh pemasukan keuangan dimasukan dalam kas negara dan dikenal dengan nama baitul maal. Pemasukan keuangan negara ini bisa berupa Kharâj (pajak), Shadaqah, A’syar (1/10), Akhmâs (1/5), dan Jizyah dan sejenisnya. Tetapi untuk sumber keuangan yang berupa shadaqah, ghanimah dan fai’ adalah hak yang mesti diberikan untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Untuk itu dibentuklah Baitul Mal untuk menyimpan dana dan dikeluarkan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Hal ini mirip dengan Departemen Keuangan di era sekarang yang dikelola oleh seorang menteri. Dahulu juga dikelola oleh kepala baitul mal. kita akan mengenalnya lebih dari itu, kita akan membahasnya dalam paper ini.

Ghanimah

Awal Mula Harta Rampasan (Ghanimah)

Setelah kaum muslimin memenangkan perang badar, Nabi memerintahkan sebagian pasukan kaum muslimin mengumpulkan dan mengelompokan harta-harta rampasan yang didapat dari kaum kafir quraisy. Harta rampasan yang berhasil dikumpulkan berupa: 10 ekor kuda, 150 ekor unta dan bermacam-macam alat perang seperti pedang dan panah serta berbagai macam pakaian, bahan makanan dan lain-lain.

Sehubungan dengan harta rampasan perang Badar ini, Nabi Saw belum mendapatkan petunjuk dari Allah tentang cara pembagiannya. Karenanya, ketika kaum muslimin hendak meninggalkan badar, timbulah sedikit perselisihan mengenai pembagiannya.

Sebagian kaum muslimin berpendapat bahwa harta rampasan itu harus dibagikan rampasan hanya kepada orang-orang yang telah membunuh musuh, yang lainnya tidak. Pendapat lainnya bahwa harta rampasan itu dibagikan kepada orang-orang yang mengawal Nabi Saw dari serangan musuh, yang lainnya tidak. Sebagian lagi berpendapat bahwa harta rampasan itu dibagikan kepada orang-orang yang mengumpulkan dan menjaga harta itu, yang lainnya tidak. Ketiga pendapat ini dikemukakan oleh masing-masing pihak dengan alasan yang sama kuatnya. Karena itu, Nabi Saw memerintahkan semua harta rampasan dikumpulkan dan diserahkan ke beliau. Seketika itu turunlah wahyu kepada Nabi Muhammad Saw:

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." Qs.Al-Anfal:1.

Sesudah ayat ini turun, semua harta rampasan diserahkan kepada Nabi Saw dan perselisihan pun dapat diselesaikan, masing-masing menunggu keputusan dari Allah dan Rasul-Nya.[3]

Cara Pembagian Harta Rampasan (Ghanimah)

Selanjutnya Nabi Saw menerima semua harta rampasan itu yang kemudian akan dibagikan harta rampasan Badar tadi. Nabi Muhammad Saw menerima wahyu yang berkaitan dengan hal ini.

“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Qs:Al-Anfal:41

Dengan turunnya ayat ini, Nabi Saw membagi-bagikan harta rampasan perang Badar ini dengan adil sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Swt.

Menurut sebagian ulama tarikh, sebelum Nabi Muhammad membagi-bagikan semua harta rampasan perang Badar, beliau membagi semuanya atas lima bagian. Empat bagian (80%), beliau bagikan kepada pasukan perang dengan rata, sedangkan sebagiannya (20%) diberikan kepada lima bagian, yaitu untuk: 1. Allah dan Rasul-Nya 2. para kerabat nabi yang masuk Islam, 3. anak-anak yatim, 4. orang-orang miskin, dan 5. ibnu sabil.[4]

Fai’

Awal mula pembagian Harta Fai’ kepada para shahabat

Dalam peristiwa perang Bani Nadhir, Nabi Saw memutuskan bahwa kaum yahudi Bani Nadhir harus diusir dari kota Madinah dan jika menolak harus diperangi. Karena nyata-nyata kaum yahudi Bani Nadhir telah berbuat khianat kepada kaum muslimin. Nabi memerintahkan shahabatnya Muhammad bin Maslamah datang kepada Bani Nadhir untuk mengusir mereka. Singkat cerita, kaum yahudi tidak beranjak dari kampung mereka dan menantang untuk melawan dengan perang. Kemudian kaum muslimin mengepungnya hingga 20 hari lamanya dan yahudi minta damai yang kemudian diusir dari Madinah menuju Khaibar.[5]

Kemudian alat-alat perang yang ditinggalkan mereka dikumpulkan oleh kaum muslimin dan diserahkan kepada Nabi Saw, antara lain: 340 pedang, 50 baju perang dan berpuluh-puluh tombak.

Harta rampasan yang diperoleh dari Yahudi Bani Nadhir ini disebut Fa’I sebagimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr:6-7.

6. Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) mereka, Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada RasulNya terhadap apa saja yang dikehendakiNya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. 7. Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Jadi, dapat kita fahami bahwa Fa’i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. ghanimah adalah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. pembagian fa’i sebagai yang tersebut pada ayat 7. sedang pembagian ghanimah tersebut pada ayat 41 Al Anfal dan yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinamakan fa'i.

Peristiwa pengusiran yahudi Bani Nadhir atau perang Bani Nadhir tidak sampai mempergunakan senjata dan tidak pula terjadi pertempuran antara kedua belah pihak. Kaum muslimin hanya melakukan pengepungan dan mengusir pihak musuh. Oleh karena itu, hasil harta rampasan yang diperoleh dari Bani Nadhir itu bukan dinamakan ghanimah, tetapi dinamakan fai’, bukan dari rampasan perang tetapi dari rampasan pengusiran. Karenanya pembagiannya tidak sama dengan ghanimah.

Maka dengan ini, harta yang diperoleh dari Bani Nadhir diserahkan kepada Nabi Saw dan dikuasai semuanya oleh Nabi untuk dibagi-bagikan kepada siapa saja yang dikehendaki.

Dalam pengertian syar’I, fai’ adalah setiap harta yang diperoleh dari kaum musyrikin dengan tidak adanya pertempuran. Masuk di dalamnya Jizyah, Kharaj, A’syar. Nabi Saw mendapat 1/5 dari fai’ sebagaimana ia mendapat 1/5 dari ghanimah dan bagiannya tetap diambil setelah ia wafat tetapi menjadi hak baitul mal. 4/5 bagian lainnya dibagikan secara merata kepada pasukan perang baik muhajirin maupun anshor.

Shadaqah dan Zakat

Shadaqah dan Zakat dua lafal yang sama yakni diambil dari orang-orang kaya kaum muslimin dan diberikan kepada kaum fakir dan miskin. Adapun sumber-sumber zakat ada empat: Zakat ternak, zakat emas dan perak, zakat buah-buahan, dan zakat tanaman.

Zakat berarti suci sebagiamana seorang muzakki mengeluarkan zakatnya untuk membersihkan dirinya, hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:

103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Qs.9:103

Jizyah

Sejarah jizyah dikenal sebelum adanya Islam yakni dilakukan oleh Bangsa Yunani kepada negeri daerah Asia Kecil sekitar abad 5 SM untuk melindungi penduduk dari serangan Persia. Begitu juga Bangsa Romawi melakukan pemungutan zakat kepada daerah yang dikuasainya, bahkan mengambil pazak jauh lebih besar dari pajak kaum muslimin paska itu. Bangsa Romawi memungut pajak 7 kali lipat lebih besar dari pungutan kaum muslimin sebagaimana pungutan pajak negeri ghalia (Prancis, sekarang).

Banyaknya pemungutan jizyah yang pernah dilakukan Nabi Saw dengan melihat kondisi yang ada. Pengambilan pajak dilakukan dengan konsesus dengan ridho antar dua belah pihak antara kaum muslimin dan non muslim. [6]

Jizyah adalah dana yang tertentu yang dikenakan per kepala dari ahli dzimmah dan terputus dengan masuk Islamnya orang tersebut. Dikuatkan dengan nash dalam Al-Qur’an:

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. Qs.9:29.

Perbedaan antara jizyah dan kharâj, Kharâj adalah pajak yang dikenakan atas tanah bukan orang dan tidak terputus dengan masuk Islam dan telah ditetapkan dengan ijtihad.

Telah diwajibkan untuk membayar jizyah bagi ahli dzimmah sepadan dengan zakat yang diwajibkan atas kaum muslimin sehingga kedua belah pihak terlindungi, karena keduanya terjaga dalam satu negara. Mereka mendapat dan menikmati hak yang sama. Karenanya Allah Swt mewajibkan atas mereka (ahli dzimmah) jizyah untuk kaum muslimin untuk melindungi dan menjaga mereka yang di sana terdapat negeri-negeri Islam.[7]

Dikenakan banyaknya jizyah sebagai berikut:

1. Orang-orang kaya diambil sebanyak 48 dirham.
2. Orang-orang menengah diambil sebanyak 24 dirham.
3. di bawah menengah diambil 12 dirham.
4. Untuk orang miskin yang berhak meneraima shodaqoh tidak dipungut jizyah, juga orang yang tidak mampu bekerja, orang buta, pensiun, orang gila, dan sejenisnya. Jizyah juga hanya dibebani kepada orang-laki-laki merdeka, berakal dan dewasa dan tidak diwajibkan kepada wanita dan anak-anak.

Kharaj

Kharâj berfungsi sebagai strategi pemasukan keuangan setiap negara untuk merealisasikan anggaran antara pemasukan dan pengeluaran. Kharaj telah dikenal dalam dunia Islam sejak mulanya. Maka dibentuklah Baitul Mal untuk menyimpan dana dan dikeluarkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Dana yang masuk dalam Baitul Mal terdiri diri pajak atau yang lainnya selain tanah. Pemasukan dana Baitul Mal yang paling penting adalah al-Kharaj, Jizyah, Zakat, Fai’, Ghanimah, Usyur. Adapun Kharaj bisa berupa sesuatu yang terukur dari harta atau perhiasan sebagaimana yang dilakukan penaklukan Umar bin Khattab dengan tanah Sawad (tanah yang hijau penuh dengan pohon dan tanaman).

Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam ukurn kharaj, sebagian berpendapat dengan kewajiban pajak per kepala yang diwajibkan atas ahli dzimmah, pendapat lain adalah dengan kewajiban pajak atas tanah

Penentuan Kharaj tidaklah pasti, disesuaikan dengan daerah masing-masing. Di Zaman daulah Abbasiah kharaj yang diambil dari daerah-daerah Timur dengan Dirham dan daerah-daerah Barat dengan Dinar. Krena, penyebaran perak lebih banyak di daerah Timur daripada daerah Barat.

Dan masih dapat dijumpai pajak-pajak lainnya yang diambil dari pajak produksi dan pajak pedagang yang datang dari luar ke dalam negara Islam.[8]

Usyur

Sistem keuangan dengan model usyur ini diterapkan di zaman Umar bin Khatab. Yakni para pedagang kaum muslimin yang pergi ke negara kafir (darul harb), mereka harus membayar Usyr (1/10) dari barang dagangan mereka. Maka Umar memerintahkan kaum muslimin mengambil pajak 1/10 kepda pedagang non muslim ketika mereka masuk ke negeri Islam. Dan memerintahkan mengambil setengah dari sepersepuluh kepada ahli dzimmah dan kepada kaum muslimin hanya seperempat dari usyr jika barang dagangan mereka hanya 200 dirham saja. [9]

Penutup

Demikian paparan singkat dari sumber keuangan yang diambil dari zaman klasik yang memiliki kekuatan finansial untuk kemaslahatan kaum muslimin dan juga non muslim baik berupa ghanimah, fai’, kharaj, Shadaqah, A’syar (1/10), dan Jizyah dan sejenisnya yang dikelola oleh baitul mal.

[1] Lihat Qs.9:60, 23:4
[2] Abdul Mun’im Majid, Târikh al-Hadhârah al-Islâmiyyah fi al- Ushuri al-Wustha, (Cairo: Maktabah Misriyah,1978) hal 38.
[3] Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jilid 2, (Jakarta:Gema Insani Press,2001), h 44.
[4] Ibid, hal 46-47
[5] Lebih lanjut bisa juga dilihat Qs.Al-Hasyr: 2-4,11-17, tentang pengusiran yahudi.
[6] Jurjy Zaidan, Tarikh Tamadun al-Islami, Juz 1, t.p,t.t, hal 221-230.
[7] Lebih lanjut lihat Kitab al-Kharaj Abu Yusuf, hal 69-72
[8] Hasan Ibrahim Hasan, Târikh al-Islam, Juz 4, (Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah), hal 346.
[9] Ibid, hal 354.

0 komentar:

Posting Komentar