Ahlan Wasahlan (Selamat Datang) Saudaraku

Rabu, 27 Mei 2009

TAFSIR UMAT

Nabi Muhammad Saw lahir dari bani Hasyim dari suku quraisy, beliau menerima wahyu ketika berusia 40 tahun (sekitar 610 M) kemudian Ia mula-mula mengajak manusia kepada dakwah Islam secara diam-diam ‘sirriyah’ selama 3 tahun. Dalam perjalanan dakwah ini Nabi mendapat ujian dan intimidasi dari suku quraisy sampai pada pemboikotan serta memusuhi nabi dan para shahabatnya.

Di awal-awal dakwah tidak banyak yang beriman kepada nabi melainkan sedikit, hanya sebagian pemuka-pemuka quraisy yang beriman, seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Dakwah rasul mengalami penolakan dan penindasan dari Quraisy sampai Rasul berhijrah ke Thaif dan di sana pun terjadi penolakan yang sama. Lalu Rasul memerintahkan kepada para Shahabatnya hijrah ke Habasyah untuk mencari perlindungan dari seorang Raja Nasrani yang adil, yang kemudian raja tersebut masuk Islam.

Inilah dinamika dakwah yang dijalani oleh Nabi Saw. Fase ini dikenal dengan fase pembentukan basis sosial atau basis agama. Kemudian kota Madinah tidak jauh dari Mekah menjadi tujuan Nabi berikutnya, sebelumnya kota ini dikenal dengan saling bunuh dan perang antar suku Aus, Khadraj dan orang-orang yahudi. Mereka memperebutkan kekuasaan untuk menjadi raja, karena mereka pada hakikatnya tidak menerima keberadaan seorang raja. Maka datanglah nabi dan tidak mengatakan bahwa ia adalah hamba Alloh, adapun hukum yang dibawa adalah hukum Alloh saja. Kemudian banyak yang memeluk Islam dari Suku Khadraj ketika datang ke musim haji ke Mekah bertemu dengan Nabi, baik bai’atu al-aqabah pertama maupun kedua.

Langkah ketiga yang dilakukan Rasul dan para shahabatnya dalam pembinaan umat adalah dengan hijrah ke Madinah. Rasul ditemani oleh Abu Bakar. Nabi berhasil selamat dari konspirasi Quraisy untuk membunuhnya. Yang kemudian Nabi membangun sebuah basis baru masyarakat Islam di Madinah. Di Madinah, rasul melakukan persaudaraan antar muhajirin dan anshar, anshar pun siap membela saudaranya muhajirin dengan harta dan jiwa. Masa ini dikenal dengan contoh yang mulia dalam pengorbanan dan itsar. Maka terpatri atas persaudaraan, persamaan, dan keadilan sosial sesama.

Maka tumbuhlah masyarakat dengan ikatan yang kuat dari kabilah yang bercerai menjadi kabilah yang bersaty dan kuat, seperti:

1. Janji sumpah untuk membangun kesatuan kabilah-kabilah arab sebagaimana hilful fudhul.
2. Kekuatan Islam dan keyakinan yang dibangun atas nilai tauhid.
3. Penyebaran Islam melalui dakwah.
4. Kesungguhan orang-orang kafir yang mengancam Islam.

Pengertian Umat antara para ahli fikih dan pemikir Islam.

Para ahli fiqih mempunyai perhatian yang besar terhadap ketentuan-ketentuan dengan tetap menjaga penetapan tasyri’ dan sejarah umat. Mereka yakin bahwa dua pengertian yakni syariah dan khilafah merupakan dua pilar pokok untuk membangun umat.

Disebut umat karena umat yang satu karena dikaitkan dengan ideologi yang dibangun atas keyakinan yang banyak yang diyakini oleh umat seluruhnya yakni dengan tauhid dan penerimaan umat baik individu maupun jama’ah dengan perjalanan kehidupan mereka yang sesuai dengan hukum-hukum ilahi. Karenanya, syariah adalah kumpulan hukum-hukum Tuhan yang menjadi kekuatan yang membinasakan umat. Bahwa kerja hukum-hukum syariah menjadi keniscayaan dengan adanya organisasi politik. Telah menjadi populis bahwa keyakinan antar para ahli fikih bahwa jabatan khilafah menjadi hal yang urgen secara syar’i ‘dharurah syar’iyah’ . Singkatnya, bahwa umat dengan absennya syariah akan berakibat vacumnya tasyri’, karenanya jika jabatan Imam menjadi hal yang pokok bagi kerja syariat dan menjaga syariat umat adalah menjadi suatu keharusan. Rosenthal berpendapat bahwa khilafah merupakan simbol kesatuan umatdan menjaga hal itu menjadi suatu keharusan bahkan hakikatnya kewajiban yang utama bagi para ahli fikih dan ahli kalam.

Mawardi menekankan dalam konsepsi khilafahnya yang klasik dengan tabiat umat global dan tabiat ilahi dengan mengatakan: “Sesungguhnya sistem khilafah merupakan keniscayaan syariat dan lebih banyak secara akal serta mustahil lebih dari satu khalifah dalam satu waktu”. Ia juga menekankan bahwa sistem khilafah dalam tiap masa dibangun atas pembaiatan publik. Pemikiran seperti ini bisa kita dapati para ahli fikih lainnya seperti Baghdadi, Abu Yahya dan Abu Yusuf.

Para ahli fikih sunnah memandang dengan gambaran umum bahwa kesatuan umat berdasar pada kesatuan politik dan syariat.

Di Zaman Al-Ghazali kekuasaan khalifah bisa dalam bentuk dan nama, kedudukan penguasaa saat itu menjadi kekuatan politik yang domin. Al-Ghazali mendapatkan bentuk khilafah saat itu seperti simbol penyatu umat. Berbeda dengan Ibnu Taimiyah beliau tidak mempermasalahkan khilafah tetapi perhatiannya pada pelaksanaan hukum-hukum syariat walaupun kekuasaannya dibangun atas khilafah. Ia menegaskan kerjasama antara Imam (khalifah) dengan penduduk yang terdiri dari para ulama dan umaro. Menjadi penting menurut Ibnu Taimiyah dengan kesatuan umat bukan kepada kekhilafahan sebagaimana Mawardi.

Adapun Ibnu Khaldun membedakan secara jelas antara khilafah dan kerajaan. Raja menurutnya adalah bentuk yang paling baik dari khilafah. Perbedaan menjadi khilafah tidak masalah jika tidak merusak kesatuan umat yang dibangun dengan semangat agama.

Pemikiran juga disampaikan Syah Waliyullah Ad-Dahlawi yang menjelaskan adanya keterkaitan antara politik dan kerja sosial sebagaimana juga dilontarkan Aristoteles, Plato dan Al-Farabi bahwa manusia secara tabiat mencintai masyarakat. Manusia berjalan dengan empat perkembangan:
1. Keadaan permulaan.
2. Keadaan peradaban paska pemenuhan akhlak dan sosial.
3. Hubungan sosial dan penyelesaian konflik dengan adil dan damai serta kehidupan yang layak.
4. Konflik sesama penguasa.

Pada dasarnya, pemahaman khilafah dan umat bertemu satu dengan lainnya sehingga satu diatara keduanya sama lain dengan yang lain.

Tafsir Modern tentang Umat

Dari paparan di atas tentang umat, syariah dan khilafah bahwa sulit memisahkan antara satu dengan lainnya karena ada peleburan antara politik dan agama dalam Islam. Berakhirnya sejarah umat ketika terjadi pemisahaan antara khilafah dan negara, kemudian dihilangkan Khilafah Islamiyah oleh Mustafa Kamal di Turki. Walaupun kesatuan umat masih menjadi pemikiran sebagian besar umat Islam.

Dengan ketetapan seperti ini diketahui bahwa Turki merupakan negara Islam modern pertama yang dibangun atas dasar nasionalisme, dihilangkan kesultanan dan kekuasaan diubah menjadi Majlis Tinggi Negara. Juga dihilangkannya khilafah dari Turki dengan mengambil nasionalisme menjadi sarana modern dan berkembang.

Dalam perdebatan politik Turki kemudian tentang kekuasan politik apakah merupakan hak absolut bagi khalifah atau umat ? Ada yang menganggap jika itu wilayah umat maka dilakukan dengan pemilu ala demokrasi barat atau pendapat lain mengatakan khalifah masuk wilayah umum dan kekuasaan khalifah tidak absolut karena diperlukan baiat (legitimasi) dari rakyat. Oleh karenanya, Al-Qur’an memerintahkan untuk bermusyawarah.

Karena itulah peniadaan kesultanan di Turki sebagaimana pendapat para penulis bahwa hal itu bertentangan dengan semangat Islam. Mereka berusaha dalam perkiraan mereka bahwa rakyat Turki merupaklan sumber kekuasaan, tetapi tampak definisi rakyat dan umat bercampur aduk, karenanya mustahil bahwa umat Islam dunia kini mirip dengan rakyat Turki yang dibangun atas nasionalisme.

Pertanyaan lainnya, apakah diwajibkan syar’i dengan membaiat satu saja menjadi khalifah ? atau apakh boleh umat membaiat atau diwakili perlemen untuk mengangkat khalifah ? Jawaban dari pertanyaan diatas tidak ditemukan secara dalil syar’i hanya dengan analogi. Para ahli fiqih berpendapat dengan adanya khalifah menjadi penting secara syar’i karena mustahil meninggalkan umat dalam keadaan kacau karena khalifah penjelmaan dari penguasa paska wafat Nabi Saw.

Ibnu Taimiyah menafsirkan kata ‘Ulil Amri” dengan ulama dan umaro. Jadi, khilafah dibangun atas kerjasama dengan banyak umat kapan saja karena Ibnu Taimiyah tidak berfikir perwakilan parlemen tapi hal ini mendekati.

Pembentukan Majlis Tinggi Negara di Turki dihujani kritik oleh Rasyid Ridha murid Muhammad Abduh dalam bukunya: al-Khilafah wa al-Imamah al-Udzma, yakni pembelaannya terhadap model khilafah klasik yang harus dilandasi dengan agama untuk menjaga umat seluruhnya. Berbeda dengan Ali Abdul Razik beliau mendukung gagasan Turki dalam bukunya: al-Islam wa Ushull al-Hukmi, ungkapnya bahwa mendirikan khilafah tidak wajib karena tidak ada nasnya dalam Al-Qur’an. Ia menambahkan bahwa Rasul Saw di Madinah tidak membangun negara tapi membangun masyrakat religius dan urusan masyarakat lainnya menjadi permasalahan kedua bagi Nabi. Kemudian Ali Abdul Razik dikeluarkan dari syekh Al-Azhar dengan pemikirannya yang sekuler.

Belakangan terjadi perdebatan tentang penyatuan politik umat yang dilandasi dengan khilafah dan definisi nasionalisme paska imprealisme barat atas negara-negara Islam, nasionalisme dibingkai dalam 3 definisi:
1. Nasionalisme Islam
2. Tanar air.
3. Nasionalisme yang dilandasi dengan penyatuan bahasa, sejarah, jenis dan kebiasaan.

Jamaluddin Al-Afghani mendukung gagasan nasionalisme Islam karena sesungguhnya Umat dibangun atas aqidah bukan yang lain. Afgani juga mengajak untuk kembali ke khilafah di era modern ini. Dia mendukung ide Sultan Abdul Hamid dengan penyatuan negara-negara Islam dalam politik utsmani. Tidak cukup demikian saja tapi perlu mengembalikan negara Islam yang dikuasai asing ke pangkuan negara Islam dengan gerakan pembebasan nasionalisme di berbagai negeri Islam. Nasionalisme di sini hanya menjadi sarana untuk penyatuan negara-negara Islam. Model yang digagas Afghani dapat diterima para pemikir Islam.

Bisa saja Nasionalisme Turki kembali ke gerakan Utsmani untuk membentuk pemerintah yang berkonstitusi syariah, perbaikan administrasi dan khilafah dan Pemuka-pemuka utsmani terpengaruk pada masa-mas awal mereka dengan dua model yang berlawanan. Pertama: Liberal ala eropa pada abad 19, kedua: menggunakan nilai-nilai Islam, mereka beusaha memadukan dua hal ini. Kemudian Turki tidak bisa memadukan keduanya dan berubah menjadi Nasionalisme Sekuler Turki pada masa Mustafa Kamal.

Bangsa-bangsa arab mulai terpengaruh dengan pemikiran barat ini, para pemikir arab membuat definisi dengan nasionalisme arab sebagimana Turki tetapi pemikir lainnya tetap berpegang kepada pemikiran globalisasi umat Islam. Pemikiran ini didukung oleh Muhammad Ghazali dan Khalid Muhammad Khalid. Ghazali mengkampanyekan ‘kwarganegaraan umum’ dengan nasionalisme Islam dalam pengertian tanah air.

Muhammad Abdullah Saman juga membentuk persatuan negara-negara Islam menolak pemikiran persatuan arab yang diusung As-sanhuri. Taqiyuddin An-Nabhani pendiri Hizbu Tahrir juga mengangkat nasionalisme Islam dan menolak dengan tegas tentang nasionalisme arab.

Pemikiran nasionalisme Islam meluas di kalangan kaum muslimin sampai ke Hindia, hal itu ditunjukan oleh filosof Muslim Muhammad Iqbal tentang konsep diri dengan globalisasi semangat Islam yang dibangun atas landasan tauhid dan menolak nasionalisme an sich. Begitu juga Jamaah Islamiyah yang dipimpin Abul A’la Al-Maududi hendak meletakan konstitusi negaranya dengan sistem Islam, kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Yang kemudian Pakistan mendaklarasikan menjadi negara republik Islam.

Adapun Turki kemudian di bawah Mustafa Kamal menjadi negara nasionalisme modern dan menanggalkan sistem khilafah dengan sekuleralisasi. Nasionalisme Turki ditunjukan kepada dua hal: 1. Menolak suariah, khilafah dan umat. 2. Menolak dengan tegas penyatuan nasionalisme dan Asia kecil adalah tanah air Turki.

Kesimpulan

Dalam pemahaman di atas kita temui bahwa umat adalah suatu kaslian masyarakat religius yang dibangun atas landasan tauhid dan wahyu ilahi sejak zaman Rasul Saw yang dibangun atas dasar syariah. Kita temui juga bahwa Nabi Saw meletasakan basis-basis umat di Madinah

Umat yang dibangun rasul Saw adalah umat global yang bertujuan untuk seluruh manusia bukan arab saja. Aqidah tidak pernah berubah sejak awal khalifah sampai kini karena Islam menekankan apa yang telah dibawa para nabi dengan kesatuan dan aqidah Islam yang global.

Umat yakin dengan aqidahnya yang bukan satu negara saja tapi ke seluruh umat manusia di bawah bendera tauhid dalam umat yang satu. Oleh karenanya, umat di sini tidak difahami dengan pemahaman negara modern atau kwarganegaraan.

Penjagaan penyatuan umat ini kembali kepada khilafah yang dilakukan dengan ijma’ shahabat paska wafat Nabi Saw. Memang pada dasarnya khilafah tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadits tetapi sistem ini telah disepakati para ahli fiqih karena penting dan khawatir akan terjadinya fitnah.

Pada dasarnya umat itu ada sebelum khilafah berdiri, dan hakikatnya umat ini terus ada sampai akhir zaman dan mereka yakin dengan tauhid dan berhukum syariah kecuali penyatuan politik umat dengan perpspektif lain. Memungkinkan bagi umat untuk sepakat dengan model baru untuk penyatuan politik dengan situasi yang berubah. Tetapi bukan tidak mungkin kita kembali keapada khilafah masa lalu. (disarikan dari al-nadhariyyah al-Suyasiyah fi al-Ashri al-Hadits, Mandzhuruddin Khan)

Selengkapnya......

Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah

Di Indonesia, arbitrase syariah didirikan bersamaan dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 1992. Tujuannya untuk menangani sengketa antara nasabah dan bank syariah pertama tersebut. Lembaga arbitrase tersebut dikenal dengan Badan Arbitrase Arbitrase Muamalat (BAMUI) berdasarkan SK No Kep-392/MUI/V/1992.
Pada tahun 2003, beberapa bank atau Unit Usaha Syariah (UUS) lahir sehingga BAMUI dirubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) hingga kini. Perubahan tersebut berdasarkan SK MUI No Kep-09/MUI XII/2003 tertanggal 24 Desember 2003.

Namun, keberadaan Basyarnas tak bisa begitu saja difungsikan. Harus digarisbawahi, penyelesaian lewat Basyarnas bisa dilakukan apabila dalam akad dibuat klausula mengenai penyelesaian sengketa melalui Arbriter. Hal ini mengacu pada ketentuan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Penyelesaian sengketa dalam ekonomi syariah selanjutnya dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini berdasarkan pada ketentuan UU pasal 49 No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kewenangannya meliputi bank syari'ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, asuransi syari'ah, reasuransi syari'ah, reksa dana syari'ah, obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah, sekuritas syari'ah, pembiayaan syari'ah, pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah, dan bisnis syari'ah.
Namun demikian, bisa saja penyelesaian sengketa dalam bisnis syariah dapat dilakukan melalui musyawarah antar dua belah pihak. Jika tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka penyelesaian sengketa melalui dengan dua lembaga di atas.

Penyelesaian Sengketa dalam Bisnis Syariah

Penyelesaian sengketa dalam bisnis syariah bisa terjadi melalui perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran maupun dalam pelaksanaan isi perjanjian, kedua pihak akan berusaha menyelesaikannya secara musyawarah menurut Islam. Sungguh pun demikian, tetap saja ada kemungkinan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah. Karenanya diperlukan lembaga untuk menyelesaian sengketa ini.
Di Indonesia terdapat dua lembaga penyelesaian sengketa bisnis syariah: 1. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), 2. Peradilan Agama.

1. Badan Arbitrase Syariah Nasional

Pengadilan negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang pengadilan agama telah dibatasi Undang-Undang No. 7 Tahun 1989. Institusi ini hanya dapat memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, wakaf, hibah, dan sedekah. Pengadilan agama tidak dapat memeriksa dan mengadili perkara-perkara di luar kelima bidang tersebut.
Demi kepentingan untuk membentuk lembaga permanen yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata di antara bank-bank syariah dengan para nasabah, sudah sangat mendesak. Apalagi, kehadiran bank-bank syariah dengan segala kegiatannya yang didasarkan atas syariah merupakan sesuatu yang legal di Republik Indonesia ini, atas dasar Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 10/1998 tentang Perbankan.
Untuk itulah MUI membentuk lembaga arbitrase yang tujuannya untuk menangani sengketa antara nasabah dan bank syariah. Lembaga arbitrase tersebut dikenal dengan Badan Arbitrase Arbitrase Muamalat (BAMUI) berdasarkan SK No Kep-392/MUI/V/1992.
Pada tahun 2003, beberapa bank atau Unit Usaha Syariah (UUS) lahir sehingga BAMUI dirubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) hingga kini. Perubahan tersebut berdasarkan SK MUI No Kep-09/MUI XII/2003 tertanggal 24 Desember 2003.
Lembaga arbitrase atau Arbitrase syariah merupakan penyelesaian sengketa secara syariah antara kedua pihak di luar jalur pengadilan untuk mencapai kesepakatan maslahah ketika upaya mufakat tidak tercapai.
Arbitrase dilakukan dengan menunjuk dan memberi kuasa kepada badan arbitrase untuk memberi keadilan dan kepatutan berdasarkan syariat Islam dan prosedur hukum yang berlaku. Dasar hukumnya adalah QS Al-Hujarat 9, QS Annisa 35-36 dan sejumlah hadits riwayat Annasai dan Muslim. Putusan arbitrase syariah bersifat final dan mengikat (binding).
Dengan demikian, apabila ada dua pihak yang mengadakan perjanjian dan mereka berselisih pendapat mengenai makna atau maksud dari suatu istilah yang termuat di dalam perjanjian itu misalnya, kedua belah pihak dapat meminta kepada suatu lembaga "arbitrase" untuk memberikan pendapatnya. Pendapat itu bagi mereka yang berselisih, akan diterima sebagai pendapat final.
Kekuatan hukum yang dibuat oleh Basyarnas punya kekuatan mengikat. Setiap salinan putusan dikirimkan ke pengadilan negeri untuk menjadi arsip. Hakim pengadilan negeri tak boleh lagi memeriksa perkara yang sudah diputus Basyarnas. Jika harus ada eksekusi pun Basyarnas bisa meminta bantuan dari pengadilan negeri untuk melakukannya.
Keputu san arbitrase tak boleh dibanding. Berbeda bila ke pengadilan negeri karena masih ada proses banding, kasasi, bahkan peninjauan kembali. Bagi perusahaan besar jauh lebih efisien bila menggunakan Basyarnas. Selain tidak terekspose secara publik, penyelesaiannya singkat dan sederhana. Perusahaan besar selama ini lebih tertarik dengan penyelesaian perselisihan lewat arbitrase ketimbang peradilan.

Yurisdiksi (Kewenangan) Basyarnas
Yurisdiksi Basyarnas meliputi:
a. Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain- lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyarnas sesuai dengan Peraturan Prosedur Basyarnas.
b. Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.

Syarat-syarat Arbiter
Menurut UU No.30 tahun 1999 pasal 12 menyebutkan bahwa syarat-syarat arbiter sebagai berikut:
1. Cakap melakukan tindakan hukum.
2. Umur minimal 35 tahun.
3. Tidak ada hubungan keluarga sedarah/semenda derajat ketiga dengan para pihak.
4. Tidak ada kepentingan finansial/bisnis atas putusan arbitrase.
5. Berpengalaman/menguasai bidangnya 15 tahun.

Putusan Arbitrase
1. Dalam waktu selambat-lambatnya 180 hari sejak ditunjuk sebagai Arbiter /Majelis Arbiter, seluruh proses pemeriksaan hingga putusan harus sudah selesai.
2. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak dan tidak bisa dilakukan upaya hukum (banding/kasasi).
3. Salinan resmi putusan arbitrase didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
4. Putusan arbitrase mempunyai nilai eksekutorial. Jika pihak yang kalah tidak dengan sukarela melaksanakan putusan maka putusan dilaksanakan dengan perintah eksekusi Ketua Pengadilan Negeri (atas permintaan salah satu pihak).

Manfaat Arbitrase
1. Penyelesaian sengketa dengan mengutamakan prinsip islah. Jika tidak berhasil perkara diperiksa dan diputus. Putusan “final dan mengikat” serta mempunyai nilai eksekutorial.
2. Proses pemeriksaan dengan sederhana dan cepat dan persidangan dilaksanakan secara tertutup untuk umum, sehingga kelemahan/aib para pihak tidak diketahui umum.
3. Seluruh proses pemeriksaan hingga putusan harus selesai dalam waktu 6 bulan, sehingga waktunya lebih efisien.
4. Jika pihak yang kalah tidak dengan sukarela melaksanakan putusan, pihak yang menang tinggal mohon eksekusi ke Pengadilan Negeri ybs. Mohon eksekusi lebih efisien daripada berperkara (dengan gugatan) melalui Pengadilan Negeri yang terhadap putusannya tidak final dan mengikat.
5. Bagi orang-orang beriman berarti telah konsisten menjadi muslim yang kaafah: Bisnisnya sesuai dengan tuntunan syariat, Akad-akadnya menurut ketentuan akad-syariat, Jika terjadi sengketa diselesaikan secara syariat.

2. Peradilan Agama
Penyelesaian sengketa dalam ekonomi syariah diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini berdasarkan pada ketentuan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. sebelumnya UU No. 7 Tahun 1989 wewenangnya dibatasi hanya meliputi perkawinan, waris, wasiat, hibah, sedekah dan wakaf orang-orang yang beragama Islam.
Kini, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi Islam. Adapun yang dimaksud dengan ekonomi syari'ah adalah kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah. Kewenangan peradilan agama memiliki sebelas bidang usaha ekonomi syariah: meliputi bank syari'ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, asuransi syari'ah, reasuransi syari'ah, reksa dana syari'ah, obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah, sekuritas syari'ah, pembiayaan syari'ah, pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah, dan bisnis syari'ah.
Selanjutnya, ada beberapa hal penting yang menjadi 'pekerjaan rumah' para hakim pengadilan agama terkait perluasan kewenangannya dalam menangani sengketa perekonomian syariah. Pertama, para hakim pengadilan agama harus terus meningkatkan wawasan hukum tentang perekonomian syariah dalam bingkai regulasi Indonesia dan aktualisai fiqh Islam.
Kedua, para hakim pengadilan agama harus mempunyai wawasan memadai tentang produk layanan dan mekanisme operasional dari perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, reksa dana syariah, obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah. Mereka juga harus memahami pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syaraiah, dan bisnis syariah.
Ketiga, para hakim agama juga perlu meningkatkan wawasan hukum tentang prediksi terjadinya sengketa dalam akad yang berbasis ekonomi syariah. Selain itu, perlu pula peningkatan wawasan dasar hukum dalam peraturan dan perundang-undangan, juga konsepsi dalam fiqh Islam.
Perluasan kewenangan peradilan agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah, tuntas sudah. Satu hal lagi, yang kini diharapkan para pelaku perbankan syariah, adalah UU Perbankan Syariah. Berbagai kalangan juga mendesak agar RUU Perbankan Syariah segera disahkan menjadi Undang Undang.
Kehadiran Undang-Undang Perbankan Syariah tentu sangat penting. Bagi kalangan praktisi, UU Perbankan Syariah menjadi legitimasi paling akurat untuk menjalankan praktik perbankan syariah, Selain itu, adanya daya dorong kepada pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan sistem ekonomi dan perbankan berbasis syariah. Tanpa Undang-Undang Perbankan Syariah, maka sosialisasi dan pengembangan di daerah dinilai banyak pihak kurang efektif.

Penutup
Penyelesaian sengketa dalam bisnis syariah dapat dilakukan melalui musyawarah antar dua belah pihak yang melakukan perjanjian. Jika saja tidak dapat diselesaikan dapat melalui peradilan agama ataupun basyarnas.
Selama ini, sebelum amandemen UU Peradilan Agama, (berdasarkan pada ketentuan UU pasal 49 No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama) memang ada lembaga yang menangani sengketa perekonomian syariah, yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sebagaimana dijelaskan di atas. Namun ini pun, harus melalui kesepakatan kedua belah pihak terlebih dulu. Kalau nasabah tidak sepakat, tentu kasus sengketa itu tidak bisa dibawa ke Basyarnas.
Kini, peradilan agama diperluas kewenangannya untuk menangani sengketa ekonomi syariah. Dengan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara dalam sebelas bidang ekonomi Islam sebagaimana yang disebutkan di atas.
Namun demikian, penyelesaian sengketa ekonomi syariah di luar pengadilan tetap dan masih dibutuhkan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini melalui lembaga arbitrase syariah, Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional).

Selengkapnya......

Kamis, 14 Mei 2009

SIYASAH SYAR'IYYAH

Pengertian
Secara etimologis dari kata syara’a berarti sesuatu yang bersifat syar’i. Atau dapat diartikan sebagai peraturan atau politik yang bersifat syar’i. Secara terminologis menurut Ibnu Aqil adalah sesuatu tindakan yang secara praktus membawa manusia dekat dengan kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan kendatipun Rasul Saw sendiri tidak menetapkannya dan wahyu mengenai hal itu tidak turun.

Pemegang kekuasaan yakni pemerintah, ulil al-amri atau wulatul amri memiliki kompetensi menerapkan hukum Allah Swt dan membuat berbagai peraturan hukum yang tidak diatur dalam syariat dan tidak bertentangan dengan syariat itu sendiri. Adapun pembuat syariat atau yang menetapkan hukum syara’ adalah hak Allah Swt Swt.

Dalam politik Islam dikenal tiga jenis hukum.1) Hukum syariat; hukum yang langsung ditetapkan oleh Allah Swt dan rasul-Nya. 2) Produk ijtihad atau hasil pemahaman para mujtahid terhadap dalil syariat (fiqih). 3) Hasil pemahaman umarâ (pemerintah) terhadap dalil tersebut yang disebut siyasah syar’iyah yang dalam bentuk perundang-undangan (hukum qânuni). Hukum ini ditetapkan oleh lembaga pemerintah yang tidak bersifat kekal kecuali hal yang mendasar dan perlu dipertahankan.

Secara hierarkis, hukum yang tertinggi adalah hukum syariat yakni Al-Qur’an dan hadits. Namun jika tidak ditemukan dalam ketentuan syariat maka diperlukan kajian ijtihad dalam penemuan dan penetapan hukum. Kategori hukum syariat dan hukum qonuni baru dikenal pada saat para mujtahid dan fuqoha menetapkan berbagai kriteria mengenai ijtihad.
Jadi, pengertian siyasah syar’iyah dapat disimpulkan dengan 4 unsur: 1. Institusi pemerintah yang menjalankan aktivitas pemerintahan 2. masyarakat sebagai pihak yang diatur 3. Kebijaksanaan dan hukum yang menjadi instrumen pengaturan masyarakat. 4. cita-cita ideal dan tujuan yang hendak dicapai.

Adapun Siyasah Syar’iyah dalam arti ilmu adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari hal ihwal pengaturan urusan masyarakat dan negara dengan segala bentuk hukum, aturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara yang sejalan dengan jiwa dan prinsipndasar syariat Islam untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat.

Tujuan Ilmu Siyasah
Tujuan utama yang hendak dicapai ilmu Siyasah menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah terciptanya sebuah sistem pengaturan negara yang islami dan untuk menjelaskan bahwa Islam menghendaki terciptanya suatu sistem politik yang adil guna merealisasikan kemaslahatan bagi umat manusia di segala zaman dan di setiap negara.

Objek pembahasan siayasah syar’iyah adalah berbagai aspek perbuatan mukallaf sebagai subjek hukum yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan bernegara yang diatur berdasar ketentuan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar nas syariat yang bersifat universal. Atau objek kajian fiqih siyasah adalah berbagai peraturan dan perundangan dan undang-undang yang dibutuhkan untuk mengatur negara sesuai dengan pokok ajaran agama guna merealisasikan kemaslahatan umat manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya.

Siyasah Wadh’iyyah
Siyasah wadh’iyah adalah perundang-undangan yang dibuat sebagai instrumen untuk mengatur seluruh kepentingan masyarakat. Jika dihubungkan dengan kondisi Indonesia, maka bentuk format siyasah wadh’iyyah adalah bentuk peraturan perundang-undangan mulai dari yang paling tinggi UUD 1945 sampai yang paling rendah.

Sumber siyasah wadh’iyah adalah manusia dan lingkungannya, seperti pandangan para ahli, adat, pengalaman, aturan yang diwariskan generasi terdahulu. .sumber ini bisa dikategorikan menjadi siyasah syar’iyyah dengan syarat peraturan buatan penguasa yang bersumber dari manusia dan lingkungannya itu sejalan atau tidak bertentangan dengan syariat.

Manusia sebagai sumber hukum

Manusia pada hakikatnya dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam fikih siyasah. Karenanya fikih siyasah menempatkan hasil temuan manusia dalam bidang hukum. Setiap peraturan yang secara resmi ditetapkan oleh negara dan tidak bertentangan dengan agama wajib dipatuhi. Kewajiban mematuhi disebutkan Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah:59.
Adapun perbedaan siyasah syar’iyah dengan siayasah wadh’iyah terdapat pada sumber pembentaukan dan tujuannya. Siyasah wadh’iyah berrsumber dari manusia dan lingkungannya dan bertujuan meraih dunia saja, sedangkan siyasah syari’yah memiliki dua sumber, yaitu wahyu dan manusia serta lingkungannya dan bertujuan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kriteria Siyasah Wadh’iyah
Siyasah wadh’iyah dapat bersifat islami jika memenuhi 5 syarat-syarat berikut:
1. Muthâbaqah, yakni sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
2. Raf’u al-haraj, yakni tidak memberatkan atau tidak membebani masyarakat di luar kemampuannya.
3. Tahqîq al-‘adâlah, yakni menegakan keadilan.
4. Tahqîq al-Mashâlih wa daf’u al-madhar, yakni dapat mewujudkan dan menghindarkan kemudaratan.
5. al-Musâwâh, yakni menempatkan manusia dalam kedudukan yang sama serta sederajat di hadapan hukum dan pemerintahan.

Prosedur kebijakan atau peraturan ditetapkan melalui musyawarah. Musyawarah dalam konsep Islam merupakan doktrin yang menyangkut kenegaraan dan kemasyarakatan yang fundamental. Landasan musyawarah atau syura termaktub dalam Al-Qur’an.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Qs.3:159)

Dan kedua berdasarkan hadits dengan berbagai rangkaian peristiwa Rasul Saw mengambil keputusan berdasarkan musyawarah, seperti: dalam perang uhud, khandak, hadits al-ifki (tuduhan terhadap Aisyah), piagam madinah.

Tradisi musyawarah ini terus dipertahankan dan dilanjutkan oleh para shahabat terutama khulafaur rasyidin dengan apa yang dicontohkan Nabi Saw dengan mengambil corak dan bentuk yang bervariasi. Tentang bentuk musyawarah yang tepat diserahkan kepada umat Islam nantinya karena tidak ada penjelasan definitif tentang bentuk konkrit musyawarah tersebut. Yang paling esensial adalah bagaimana cara agar umat Islam mampu melembagakan tradisi musyawarah ini dalam seluruh aspek kehidupan untuk memecahkan problematika umat.

Selengkapnya......

Tafsir Surat Al-Nas (1)

Sabab al-Nuzul

Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Rasulullah Saw disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Labid ibn A’sham dengan memasukkan beberapa helai rambut Rasul Saw ke dalam sumur Dzarwan milik Bani Dzuraiq. Dari sebab itu, Rasulullah Saw sakit selama enam bulan sampai seakan-akan ia melakukan sesuatu tetapi sebenarnya ia tidak lakukan.

Sampai suatu kali ia memanggil istrinya Aisyah beberapa kali dan ia berkata: Ya Aisyah, apakah kamu merasa bahwa Allah telah memberikan fatwa kepadaku dan aku meminta fatwa di dalamnya. Kemudian ia bersabda: “Suatu hari telah datang dua lelaki kepadaku, salah satunya duduk di atas kepalaku dan yang satunya lagi duduk di kakiku. Keduanya berbicara satu dengan yang lain: “Kenapa Laki-laki (Nabi Saw, maksudnya) menderita sakit”. Siapa yang menyihirnya? Dijawab: “Labid ibn A’sham”. Kemudian Allah Swt menurunkan dua surat (Al-Falaq dan Al-Nas). Lalu Rasul Saw membaca surat tersebut kemudian terputuslah ikatan sihir tadi. Sampai dua lelaki tadi (dua malaikat) mengatakan kepada Rasulullah Saw: “Bolehkah kami membunuh si pembuat tercela ini?. Rasul Saw bersabda: “Adapun saya telah disembuhkan Allah Swt dan saya membenci melakukan dendam bagi mereka yang berbuat kejahatan”. (HR. Bukhari).

Inilah kisah yang pernah dialami Rasulullah Saw diguna-guna dan disihir oleh seorang Yahudi, Kemudian Allah Swt menurunkan surat al-mu’awwizatain yang diantaranya surat al-Nas untuk menangkal dan memberikan obat baginya untuk sembuh dari guna-guna dan sihir. Namun begitu mulianya akhlak Rasul Saw tidak melakukan dendam kepada orang yang membuatnya tercela yakni kepada Labid ibn A’sham.

Sulit rasanya bagi kita untuk memaafkan orang sebagaimana yang dilakukan Rasul Saw. Betapa pun demikian, Misalnya ketika kita berlalu lalang di jalan raya dengan menaik kendaraan motor atau mobil maupun bis kesenggol sedikit saja kendaraan kita sekalipun tidak membuat rusak kendaraan, mata kita sudah terbelalak dan naik pitam inginnya membogem orang yang menyenggol itu, Padahal kalau kita sabar beberapa menit dan menarik nafas sedikit, tidak akan terjadi kekisruhan antara kita dengan yang lain. Sungguh mulia Rasul Saw meskipun harus menderita sakit selama enam bulan lamanya akibat sihir, namun ia tak kuasa untuk melakukan dendam kepada pelakunya.

Selengkapnya......

Tafsir Surat Al-Nas (2)

Tafsir Ayat

Surat al-Nas yang berjumlah enam ayat ini hampir semuaorang Muslim di dunia hafal dengan mudah, memiliki maknayang luar biasa. Pertama, kita hanya berlindung kepada Allah Swt, Rabb semesta alam yang telah menciptakan manusia dan seluruh yang ada baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu tidak ada yang pantas dijadikan sembahan kecualiAllah Swt dan tidak ada dijadikan perlindungan kecuali Allah Swt. Allah adalah al-Murabbi(pendidik), al-Muwajjih (pemberi arahan), al-Ra’iy (pemilik) al-Hâmi(pelindung) (Lihat Tafsir fi Zilal al-Qur’an).

Kenapa manusia mesti takut kepada orang lain dan merasa rendah diri di hadapan manusia padahal Allah-lah yang mestiditakuti. Hasbunnallah wani’ma al-wakîl ni’ma al-maula wa ni’ma al-nashîr.Bagi mereka penggiat dakwah sesungguhnya kekuatan iman merupakan sumbermotivasi dan titik bertolak. Tidak akan bergeser keyakinan dan kemantapan akidah untuk selalu dalam al-haq sekalipun cemoohan dan celaan orang-orang yang suka mencela (Qs.5:54).

Kedua, menegaskan sifat-sifat Allah Swt bahwa Dia-lah penguasa dan raja manusia, Sembahan dan Tuhan-Nya manusia. Perlu disadari bagi kaum muslimin bahwa kekuasaan mutlak milik Allah Swt. Adapun kekuasaan yang diberikan manusia bukanlah tujuan akhir melainkan sarana untuk mengajak manusia seluruhnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Bukan sebaliknya, meraih tujuan kekuasaan itu dengan menghalalkan segala acara. Mencari alasan pembenar untuk mendapatkan kekuasaan sekalipun harus mengindahkan tujuan asasi manusia yaitu beribadah kepada Allah Swt dan tidak melakukan syirik kepada-Nya (Qs.24:55)serta mengajak manusia untuk selalu berbuat kebaikan, mendirikan shalat danmenunaikan zakat (Qs: 21:73). Perlu diingat, al-Ghâyah la Tubarrirual-Wasîlah (tujuan dengan tidak menghalalkan segala cara).

Ketiga, Kita berlindung kepada Allah Swt dari kejahatan yang tersembunyi yang membisikkan ke dalam dada manusia. Inilah bisikkan yang seringkali terjadi pada diri manusia apalagi manusia pada dasarnya memiliki qarîn(syetan yang menyerupai manusia) dan sering mengajak kepada perbuatan keji.Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Shahih, Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklahpada diri kalian kecuali terdapat qarin yang menyertai kalian”. Parashahabat bertanya: “Sekalipun dirimu, ya Rasulullah”. Nabi menjawab: “Ya,tetapi Allah Swt telah menolongku dan qarînku telah masuk Islam, maka tidaklah menyuruhku kecuali kebaikan”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Anas ra bahwasanya Rasul Saw sedang beri’tikaf di Masjid kemudian malam harinyaia berjalan dengan istrinya pulang ke rumah maka Rasul Saw bertemu dengan dua orang anshar, kemudian dua orang itu melihat Rasul Saw dan mereka cepat-cepat berjalan. Kemudian Rasul memanggil mereka: “Berhenti, ini adalah Shafiyyahbinti Huyyay”. Dua anshar tadi menjawab: “Subhanallah”. Kemudian Rasul Saw bersabda: “Sesungguhnya syetan berjalan di peredaran darah dari anak adam, saya khawatir akan terdapat masuk dalam hati kamu perbuatan buruk”. (lihat Tafsir Ibnu Katsir).

Begitulah sikap yang dilakukan Rasulullah Saw menjelaskan persoalan yang dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang mengganjal pada diri dua orang anshar, Padahal sudah jelas yang berjalan bersamanya adalah istrinya Shafiyyah binti Huyyay, Begitu pula dua orang anshar tadi ketika ia melihat Nabi Saw tidak ada rasa curiga dan berburuk sangka. Demikianlah kisah sederhana ini hendaknya menjadi contoh yang baik bagi seorang da’i dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sejatinya, kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan seorang da’i misalnya jangan sampai mengundang kecurigaan para mad’u. Paling tidak ia menjelaskan duduk perkaranya terlebih dahulu sehingga tidak sampai ada bisikan-bisikan yang tersembunyi yang sumbernya dari syetan terlebih kebijakan dan keputusannya menyangkut kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.

Keempat, Bisikan yang masuk dalam diri manusia adalah bisikan syetan. Namun bisikan syetan ini melalui jin dan manusia. Adapun syetan jin, iaberbisik melalui dada manusia sebagaimana dijelaskan di atas tetapi syetan manusia, ia muncul dengan fisiknya secara jelas. Demikian pula para Nabi memiliki musuh yang sama yang terdiri dari syetan jin dan syetan manusia (Qs.6:116).(Lihat Tafsir al-Qurthubi).

Kisah yang paling menarik tentang godaan syetan ini ialah kisah Nabi Adam asdan istrinya. Mereka dilarang Allah Swt untuk tidak mendekati buah (Qs.2:35).Tapi bagaimana yang dilakukan syetan ketika itu, ia mengatakan bahwa laranganitu supaya Nabi Adam as tidak menjadi malaikat dan kekal di surga, sampai-sampai syetan bersumpah bahwa ia termasuk pemberi nasehat. Padahal nasehat itu adalah tipu daya syetan dan Allah kemudian menyebut syetan musuh yang nyata.(Qs.7:20-22). Adapun syetan jenis manusia adalah perilaku manusia yang menjelma seperti syetan dengan membisikkan secara langsung kepada manusia yang akan dibujuk dan dirayunya ke dalam kesesatan atau ke dalam perbuatan tercela.

Karena itu, kita harus berlindung kepada Allah Swt darigodaan dua syetan ini agar terhindar dari mara bahaya apalagi sebagai seorangda’i menjadi keharusan untuk selalu berlindung kepada Allah dari segala fitnahdan marabahaya. Untuk itu sering-seringlah kita membaca al-Qur’an dengan selalu memabaca ta’awwuz sebagaimana Allah Swt firmankan: “Apabila anda membaca al-Qur’an hendaknya meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk” (Qs.16:98).

Selengkapnya......

QUR'ANUNA

Sesungguhnya ibadah yang paling baik, ketaatan yang paling mulia serta pendekataan diri kepada Allah yang paling sempurna adalah dengan membaca al-Quran. Karenanya, Allah Swt dan Rasulullah Saw menegaskan hal ini dalam banyak ayat dan hadits. Sesungguhnya ibadah yang paling baik, ketaatan yang paling mulia serta pendekataan diri kepada Allah yang paling sempurna adalah dengan membaca al-Quran. Karenanya, Allah Swt dan Rasulullah Saw menegaskan hal ini dalam banyak ayat dan hadits.

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge-rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (Qs.35:29-30). “Maka dia memberi keringanan kepadamu, Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.(Qs.73:20). Sesungguhnya syiar Nabi Muhammad Saw selalu melaksanakan membaca al-Quran. Sebagaimana firman Allah:


"Aku Hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri Ini (Mekah) yang Telah menjadikannya Suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan Aku diperintahkan supaya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan supaya Aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat Maka Katakanlah:'Sesungguhnya Aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan'." Qs.27:91-92.

Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Masud ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim adalah satu huruf melainkan Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.�

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang membaca al-Quran sedangkan ia mahir maka ia bersama golongan mulia dan suci. Namun orang yang membaca al-Quran dan tertatih-tatih membacanya dan ia merasa berat maka baginya dua pahala”.

Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai dan Abu Daud meriwayatkan dari Abu Musa al-Asyari bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Perumpaman orang yang mukmin yang membaca al-Quran itu seperti buah delima: baunya wangi dan enak rasanya. Perumpamaan mukmin yang tidak membaca al-Quran itu seperti kurma kering: tidak memiliki bau tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafiq yang membaca al-Quran itu seperti raihanah (kemangi): baunya harum namun rasanya pahit. Perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca al-Quran seperti buah hanzalah: tidak memiliki bau dan rasanya pahit.
Muslim meriwayatkan dari Abu Umamah ra bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Bacalah al-Quran karena pada hari kiamat ia akan menjadi pemberi syafaat bagi yang membacanya”

Selengkapnya......

Tafsir Surat al-Alaq

Dalam tafsir al-Nas sebelumnya diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw telah disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Labid bin al-A’sham yang kemudian Nabi Saw membaca dua surat al-Mua’wwidzatain (surat al-Falaq dan surat al-Nas) dan setelah itu lepaslah ikatan sihir itu.

Dalam tafsir al-Qurthubi al-Falaq memiliki banyak pengertian, antara lain penjara di (neraka) jahanam, rumah di (neraka) jahanam, salah satu nama jahanam, pohon di neraka dan lain-lain. Namun Jabir bin Abdillah, Mujahid, Qatadah dan lainnya menyebutkan bahwa al-Falaq adalah shubuh. Selain itu, al-Dhahak mengartikan al-falaq adalah semua ciptaan Allah. Tapi menurut Ibnu Jarir (Tafsir Thabari) pendapat yang shahih mengenai al-falaq adalah shubuh. Pendapat ini juga dianut oleh Imam Bukhari dalam shahihnya.

“Aku berlindung dari Rabb yang menguasai Shubuh”. Sekali lagi, tidak ada perlindungan yang paling baik kecuali perlindungan Allah Swt. Dia-lah yang mengetahui apa yang terjadi pada waktu shubuh dimana manusia pada malam harinya sebagian manusia tertidur lelap dan tidak tahu apakah ia akan hidup keesokan harinya ataukah ia mengakhiri hidupnya. Di sisi Allah-lah kunci-kunci yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Swt, bahkan tidak ada daun sehelai pun yang gugur dan tidak pula sebutir biji yang jatuh dalam kegelapan malam kecuali Allah yang Maha Mengetahui (Qs.6:59). Dalam surat ini Allah Swt menyebutkan sifat mengenai diri-Nya yang tentunya dengan meminta perlidungan kepada-Nya.
Selain itu, Rasulullah Saw sebagaimana yang riwayatkan oleh Bukhari mengajarkan kepada kita untuk membaca surat ini sebelum tidur agar kita selalu mendapat perlindungan Allah Swt, Dia-lah Allah yang Maha Esa, Pelindung dan Rabb manusia.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.

Dari Aisyah bahwasanya Nabi Saw apabila pergi tidur setiap malam ia menyatukan kedua tangannya lalu meniup dan membaca (surat) qul huwallahu ahad, qul a'udzu birabbi al-falaq dan qul a'udzu birabbi al-nas kemudian menyapu dengan kedua tangannya apa yang dapat disapu dari badannya, dimulai dari kepala dan wajah serta bagian depan badannya, hal demikian dilakukan selama tiga kali. (HR. Bukhari)

"Dari kejahatan makhluknya" yakni Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk meminta perlindungan kepada Allah Swt dari segala kejahatan makhluk-Nya dan dari kejahatan apa saja. Tsabit al-Babba'i dan Hasan al-Basri menyebutkan kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan Jahannam, Iblis dan keturunannya. Namun, sebagian mufassirin menyebutkan bahwa kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan secara umum sebagaimana telah dijelaskan di awal. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Qurthubi)

"Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita" Allah Swt memerintahkan pula kepada Nabi Muhammad Saw untuk meminta perlindungan dari kejahatan malam apabila tiba. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah ra bahwa Nabi Saw melihat bulan dan ia bersabda: "Ya Aisyah, mintalah perlidungan (kepada Allah) dari kejahatan ini, karena sesungguhnya datang kejahatan apabila malam tiba".

"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul". Yakni para tukang sihir yang melakukan perbuatan tercela dengan cara menipu melalui panca indra dan memberi pengaruh dan perasaan bagi yang melihatnya. Mereka mengikat sihirnya dengan benang, sapu tangan dan sejenisnya kemudian meniupnya. Sejatinya, perbuatan sihir yang demikian tidak akan melakukan perubahan sesuatu apapun dan tidak membentuk suatu yang baru melainkan menipu panca indera dan perasaan sebagaimana yang diinginkan penyihir. Sihir yang demikian digambarkan dalam Al-Qur'an dalam kisah Nabi Musa as.

"Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah Kami yang akan melemparkan?" Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah Kami yang akan melemparkan?" Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan). dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!". Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan". Qs.7:115-118. (Lihat Tafsir Zilal).

Perbuatan sihir adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan pelakunya kepada kemusyrikan. Perihal ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw berikut ini:

عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من عَقَد عُقدة ثم نَفَثَ فيها ، فقد سَحَر ، ومن سحر فقد أَشْرَك ، ومَنْ تَعَلَّق شيئاً وُكِل إليه.

"Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw: "Barangsiapa mengikat suatu ikatan kemudia meniup di dalamnya maka sungguh ia melakukan sihir. Dan barangsiapa yang melakukan sihir maka sungguh ia telah musyrik dan barangsiapa yang menggantungkan sesuatu maka ia disandarkan kepadanya". HR. Nasa'i.

"Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". Perihal ini, Allah memerintahkan Nabi Saw untuk meminta perlindungan dari kejahatan pendengki bia ia dengki. Yang dimaksud hasad adalah kamu berharap hilangnya kenikmatan Allah yang diberikan kepada saudaramu. Apakah hasad yang kamu maksudkan itu kamu berharap (hilang) bersamanya atau kembali kepada kamu atau tidak. Hasad merupakan perbuatan tercela dan dapat menghabiskan perbuatan baik sebagaimana api membakar kayu.

Hasad terdiri dua macam, hasad tercela sebagaimana yang dijelaskan di atas dan hasad terpuji. Hasad seperti ini dinamakan al-Ghibtah. Sebagaimana juga dijelaskan oleh Rasulullah Saw di bawah ini yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab al-ightibab fi al-ilmi wa al-hikmah. (Tafsir al-Qurthubi).

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا.

Dari Ibnu Masud ra berkata, saya mendengar Nabi Saw bersabda: Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal: pertama, seseorang telah Allah berikan kepadanya harta dan ia memnggunakannya dalam kebenaran. Kedua, seseorang yang Allah berikan kepadanya hikmah (ilmu) kemudian ia menggunakannya dan mengajarkannya. HR. Bukhari.

Dengan demikian surat al-Alaq ini diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dengan rahmat-Nya dan karunia-Nya, Allah Swt memberikan taujihat dan perintah-Nya untuk meminta perlidungan dari segala bentuk kejahatan baik secara umum maupun terperinci dan karena itulah Allah yang akan melindungi hamba-hamba-Nya. Wallahu a'lam bi al-shawab.

Selengkapnya......