Ahlan Wasahlan (Selamat Datang) Saudaraku

Kamis, 14 Mei 2009

Tafsir Surat al-Alaq

Dalam tafsir al-Nas sebelumnya diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw telah disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Labid bin al-A’sham yang kemudian Nabi Saw membaca dua surat al-Mua’wwidzatain (surat al-Falaq dan surat al-Nas) dan setelah itu lepaslah ikatan sihir itu.

Dalam tafsir al-Qurthubi al-Falaq memiliki banyak pengertian, antara lain penjara di (neraka) jahanam, rumah di (neraka) jahanam, salah satu nama jahanam, pohon di neraka dan lain-lain. Namun Jabir bin Abdillah, Mujahid, Qatadah dan lainnya menyebutkan bahwa al-Falaq adalah shubuh. Selain itu, al-Dhahak mengartikan al-falaq adalah semua ciptaan Allah. Tapi menurut Ibnu Jarir (Tafsir Thabari) pendapat yang shahih mengenai al-falaq adalah shubuh. Pendapat ini juga dianut oleh Imam Bukhari dalam shahihnya.

“Aku berlindung dari Rabb yang menguasai Shubuh”. Sekali lagi, tidak ada perlindungan yang paling baik kecuali perlindungan Allah Swt. Dia-lah yang mengetahui apa yang terjadi pada waktu shubuh dimana manusia pada malam harinya sebagian manusia tertidur lelap dan tidak tahu apakah ia akan hidup keesokan harinya ataukah ia mengakhiri hidupnya. Di sisi Allah-lah kunci-kunci yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Swt, bahkan tidak ada daun sehelai pun yang gugur dan tidak pula sebutir biji yang jatuh dalam kegelapan malam kecuali Allah yang Maha Mengetahui (Qs.6:59). Dalam surat ini Allah Swt menyebutkan sifat mengenai diri-Nya yang tentunya dengan meminta perlidungan kepada-Nya.
Selain itu, Rasulullah Saw sebagaimana yang riwayatkan oleh Bukhari mengajarkan kepada kita untuk membaca surat ini sebelum tidur agar kita selalu mendapat perlindungan Allah Swt, Dia-lah Allah yang Maha Esa, Pelindung dan Rabb manusia.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.

Dari Aisyah bahwasanya Nabi Saw apabila pergi tidur setiap malam ia menyatukan kedua tangannya lalu meniup dan membaca (surat) qul huwallahu ahad, qul a'udzu birabbi al-falaq dan qul a'udzu birabbi al-nas kemudian menyapu dengan kedua tangannya apa yang dapat disapu dari badannya, dimulai dari kepala dan wajah serta bagian depan badannya, hal demikian dilakukan selama tiga kali. (HR. Bukhari)

"Dari kejahatan makhluknya" yakni Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk meminta perlindungan kepada Allah Swt dari segala kejahatan makhluk-Nya dan dari kejahatan apa saja. Tsabit al-Babba'i dan Hasan al-Basri menyebutkan kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan Jahannam, Iblis dan keturunannya. Namun, sebagian mufassirin menyebutkan bahwa kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan secara umum sebagaimana telah dijelaskan di awal. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Qurthubi)

"Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita" Allah Swt memerintahkan pula kepada Nabi Muhammad Saw untuk meminta perlindungan dari kejahatan malam apabila tiba. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah ra bahwa Nabi Saw melihat bulan dan ia bersabda: "Ya Aisyah, mintalah perlidungan (kepada Allah) dari kejahatan ini, karena sesungguhnya datang kejahatan apabila malam tiba".

"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul". Yakni para tukang sihir yang melakukan perbuatan tercela dengan cara menipu melalui panca indra dan memberi pengaruh dan perasaan bagi yang melihatnya. Mereka mengikat sihirnya dengan benang, sapu tangan dan sejenisnya kemudian meniupnya. Sejatinya, perbuatan sihir yang demikian tidak akan melakukan perubahan sesuatu apapun dan tidak membentuk suatu yang baru melainkan menipu panca indera dan perasaan sebagaimana yang diinginkan penyihir. Sihir yang demikian digambarkan dalam Al-Qur'an dalam kisah Nabi Musa as.

"Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah Kami yang akan melemparkan?" Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah Kami yang akan melemparkan?" Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan). dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!". Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan". Qs.7:115-118. (Lihat Tafsir Zilal).

Perbuatan sihir adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan pelakunya kepada kemusyrikan. Perihal ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw berikut ini:

عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من عَقَد عُقدة ثم نَفَثَ فيها ، فقد سَحَر ، ومن سحر فقد أَشْرَك ، ومَنْ تَعَلَّق شيئاً وُكِل إليه.

"Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw: "Barangsiapa mengikat suatu ikatan kemudia meniup di dalamnya maka sungguh ia melakukan sihir. Dan barangsiapa yang melakukan sihir maka sungguh ia telah musyrik dan barangsiapa yang menggantungkan sesuatu maka ia disandarkan kepadanya". HR. Nasa'i.

"Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". Perihal ini, Allah memerintahkan Nabi Saw untuk meminta perlindungan dari kejahatan pendengki bia ia dengki. Yang dimaksud hasad adalah kamu berharap hilangnya kenikmatan Allah yang diberikan kepada saudaramu. Apakah hasad yang kamu maksudkan itu kamu berharap (hilang) bersamanya atau kembali kepada kamu atau tidak. Hasad merupakan perbuatan tercela dan dapat menghabiskan perbuatan baik sebagaimana api membakar kayu.

Hasad terdiri dua macam, hasad tercela sebagaimana yang dijelaskan di atas dan hasad terpuji. Hasad seperti ini dinamakan al-Ghibtah. Sebagaimana juga dijelaskan oleh Rasulullah Saw di bawah ini yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab al-ightibab fi al-ilmi wa al-hikmah. (Tafsir al-Qurthubi).

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا.

Dari Ibnu Masud ra berkata, saya mendengar Nabi Saw bersabda: Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal: pertama, seseorang telah Allah berikan kepadanya harta dan ia memnggunakannya dalam kebenaran. Kedua, seseorang yang Allah berikan kepadanya hikmah (ilmu) kemudian ia menggunakannya dan mengajarkannya. HR. Bukhari.

Dengan demikian surat al-Alaq ini diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dengan rahmat-Nya dan karunia-Nya, Allah Swt memberikan taujihat dan perintah-Nya untuk meminta perlidungan dari segala bentuk kejahatan baik secara umum maupun terperinci dan karena itulah Allah yang akan melindungi hamba-hamba-Nya. Wallahu a'lam bi al-shawab.

0 komentar:

Posting Komentar