Ahlan Wasahlan (Selamat Datang) Saudaraku

Senin, 20 Desember 2010

Masjidku Kampusku (part 2)


عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَيْتُمْ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيمَانِ.

Dari Abu Sa’id berkata, Rasulullah Saw bersabda: Apabila kalian melihat seseorang laki-laki membiasakan dirinya untuk ke Masjid maka saksikanlah bahwa orang itu telah memiliki Iman” (HR. Tirmizdi).

Dari hadits di atas ini kita berkesimpulan bahwa kita sulit menilai seseorang itu sholeh dan bertaqwa jika ia tidak pernah kelihatan di dalam masjid. Sebaliknya kita dapat mengatakan kepadanya beriman lagi bertaqwa jika seseorang laki-laki itu selalu hadir di dalam Masjid sekaligus memakmurkannya. Untuk itu kita perlu merefleksikan kembali peranan Masjid dalam Islam.

Dalam sejarah Masjid sebagaimana ditulis oleh Thaha Al-Waliy dalam bukunya al-Masajid fi al-Islam (Masjid-masjid dalam Islam), setidaknya terdapat sepuluh peranan Masjid. pertama, sebagai pusat Islam dan agama kaum muslimin. kedua, sebagai baitul mal. ketiga, sebagai kantor pajak, keempat, sebagai penjara para kriminal, kelima, sebagai benteng, keenam, sebagai rumah keadilan ketujuh, sebagai apotik dan klinik kedelapan, sebagai majelis parlemen, kesembilan, sebagai rumah siaran, kesepuluh, sebagai kampus ilmu.

Dari sekian peranan yang di atas, penulis mencoba menjelaskan dua point yang dilakukan Rasul Saw. Misalnya, Rasulullah Saw menerima kunjungan delegasi di Masjid baik dari dalam maupun dari luar Jazirah Arab. Bahkan Rasulullah Saw ketika menerima delegasi dari Habasyah kemudian ia membiarkan mereka bermain-main di dalam Masjid.

Dalam Shahih Bukhari diceritakan bahwa Masjid digunakan sebagai tempat untuk memenjarakan para kriminal sebagaimana hadits Abu Hurairah berikut ini.

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.

“Nabi Saw mengirim seekor kuda menuju kota Najd kemudian didatangkan seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah ibn Utsal. Kemudian mereka mengikatnya ke salah satu tiang masjid kemudian Rasulullah Saw keluar dan bersabda: “Bebaskan Tsumamah” kemudian ia bertolak ke pohon korma dekat Masjid lalu ia mandi dan masuk masjid kemudian ia menyatakan keislamannya”. (lihat Shahih Bukhari, bab mandi apabila masuk Islam dan terikat tawanan, 2/261).

Itulah gambaran singkat peranan Masjid dalam Islam yang memiliki peran yang sangat strategis dalam membina dan mendidik umat. Rasulullah Saw pun memberikan contoh dalam mengelola Masjid dengan menjadikan Masjid sebagai titik tolak dan tempat berhimpun segala persoalan baik politik, sosial maupun keilmuan.

Masjid merupakan rumah umat, semua aspirasi dapat dimusyawarahkan di dalam Masjid sebagaimana layaknya kantor parlemen sekarang ini. Bahkan di era Bani Abbas dan setelahnya baik dalam Dinasti Ayyub dan Dinasti Mamalik, Masjid dijadikan sebagai pusat informasi dan siaran umat Islam. Masjid dahulu dijadikan sebagai pusat ilmu peradaban layaknya kampus sekarang. Karenanya Masjid memiliki peran yang universal, peran spiritual, pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya.

Di dalam Masjid seorang Muslim beribadah dan berkomunikasi secara maknawiyyahhasad. Di dalam Masjid pula para jamaah datang mendengar dan meminta nasihat-nasehat perihal keagamaan dan satu dengan yang lainnya saling membantu dan meringankan beban bagi saudaranya yang mendapat kesulitan. kepada Allah Swt dengan mengisi baterai keimanan dan melepas lelah kehidupan dengan mengadu kepada-Nya. Di dalam Masjid semua Muslim bersimbuh kepada Allah di ruang yang bersih baik secara fisik, najis maupun tempat serta membersihkan hati dari penyakit dengki dan

Di dalam Masjid, tempat membina generasi umat dengan dasar iman dan taqwa menjadi insan dan masyarakat yang islami. Kelihatannya tidak banyak perbedaan antara sekolah dengan Masjid karena sama-sama berfungsi sebagai lembaga pendidikan, perbedaannya hanya dalam bentuk fisik saja.

Di dalam masjid terbina hubungan sosial antar sesama dengan dasar keimanan, kecintaan, kasih sayang persamaan, dan persaudaraan baik dengan memuliakan yang kecil maupun menghormati yang besar yang kemudian terpatri dalam diri seseorang melahirkan perilaku dan akhlak yang mulia.

Di dalam masjid seseorang dapat meningkatkan kualitas keilmuannya, si jahil pun berubah menjadi ‘alim dengan hadir dalam majelis-majelis ilmu baik dengan halaqah, seminar, ceramah-ceramah dan lain sebagainya.

Di dalam masjid terdorong dan terwujudnya perekonomian umat yang seimbang, si kaya memberikan kewajibannya kepada yang berhak menerimanya baik berupa zakat, shadakah, infak lainnya. Semuanya ikut melakukan kepedulian dan tanggungjawab dalam mengentaskan kemiskinan.

Dari sekian banyak peranan Masjid yang disampaikan di atas. Tentunya yang paling utama adalah bahwa masjid memiliki peran untuk membimbing, membina, mengarahkan dan mencetak pribadi dan masyarakat mencakup seluruh kehidupan yang dirangkai dengan nilai-nilai dan cahaya Islam.

Sebagai penutup tulisan ini saya akan bercerita, Suatu kali Khalifah Umar ibn Khattab sedang duduk berada dalam majelis para shahabat. Kemudian Umar bertanya kepada mereka. Apa yang kamu mimpikan shahabat?. Seorang shahabat menjawab: “Saya berobsesi bahwa rumah yang kita berada ini penuh dengan emas, kemudian emas tersebut saya sumbangkan di jalan Allah Swt”. Lalu Umar ra bertanya lagi kepada yang lain, apa mimpimu shahabat? . Jawab shahabat yang lain: “Saya ingin rumah ini dipenuhi dengan permata dan intan, kemudian saya infakkan dan sedekahkan di jalan Allah Swt”. Semuanya pun ditanya satu persatu oleh Umar ibn Khattab sehingga mereka mengatakan kepada Umar: “Kami tidak tahu apa lagi yang akan kami katakana wahai Amirul Mukminin”. Kemudian Umar berkata: “Saya berobsesi dan bermimpi lahir para pemimpin (rijal), seperti Abu Ubaidah ibn al-Jarrah, Muadz ibn Jabal, Salim maula (budak yg dibebaskan) Hudzaifah. Saya nantinya akan meminta mereka untuk menegakan kalimat Allah”.

Kita tunggu lahir generasi berikutnya di era sekarang ini sebagaimana harapan Umar bin Khattab, mungkin harapan itu harapan saya dan anda juga.

0 komentar:

Posting Komentar